Belajar Tafsir : Membuat Kita Lebih Bijaksana
Saat kita belajar mendengar kata tafsir mungkin yang ada
dibenak kita sesuatu hal yang membuat kita bingung dan membuat kita tak ingin
mempelajarinya. jika kita ketahui ternyata dengan belajar tafsir, kita belajar
memahami sesuatu dari sisi yang lain sehingga jika kita sudah belajar tafsir
membuat kita tidak sekonyong-konyong lagi men-just atau mengadili seseorang
dengan argumen yang belum tentu kebenarannya. Hal yang saat riskan lagi
menggunakan ayat/firman Allah SWT sebagai tameng pembelaan diri tanpa melihat
penjabaran secara kontekstual, hanya melihat secara tekstual, inilah yang
menyebabkan sebuah konfik dan ketidakadilan sehingga menganggu keseimbangan,
ketentraman, dan ketenangan yang ada.
Hal cukup gempar sekarang salah satunya kaum hawa yang
merasa bahwa mereka juga berhak mendapatkan hak memilih dan dipilih seperti
layaknya kaum adam yang mendapatkan keduanya. Kaum hawa juga ingin menjadi
seorang yang dipilih bukan memilih saja. Kaum Adam merasa bahwa mereka saja
yang pantas menjadi yang dipilih(pemimpin) dengan berdalih "Arrijalu
Qawwamuna alaa an nisaa'i bimaluu fadhollahu ba'dhohum...(QS annisa : 34). Dan
ada sebuah hadits juga yang intinya bahwa jika urusan diberikan(dipimpin) oleh
kaum hawa maka negara/kaum itu akan hancur.
Perdebatan yang cukup sengit antara kaum hawa dan kaum adam,
saat kita mempelajari tafsir maka kita akan lebih bijaksana sehingga menjadi
penengah antara perdebatan tersebut. Kita akan menjadi penengah bahwa saat kita
menafsirkan sesuatu ayat atau hadits, kita harus melihat secara kontekstual
bukan hanya secara tekstual saja. Seperti
kita melihat dua mata koin yang tak bisa dipisahkan namun saling
berkaitan satu sama lainnya.
Dalam tafsir, satu kata itu memiliki beberapa makna(arti)
yang berbeda tergantung penempatannya. Begitu juga kata
"qawwamuna" dalam ayat QS
Annisa : 34 yang memiliki arti sebagai pemimpin, pelindung, pengayom dan
lain-lain. Pada lanjutan ayat tersebut juga bahwa sebagian kaum laki-laki
dilebihkan oleh Allah SWT secara fisik, kecerdasan dan lainnya. Yang kedua
menafkahi kaum hawa maka bisa dijadikan qawwamuna.
Jika kita berandai-andai bahwa kaum Adam tidak dapat
melakukan kedua hal tersebut maka masih pantaskah kaum kaum Adam dijadikan
pemimpin?. Karena semua manusia tercipta beragam, dan pada saat itu kaum adam
tercipta memiliki kekurangan fisik sehingga tak bisa melakukan kedua hal
tersebut namun yang melakukannya kaum Hawa.