Relevansi
Sebuah Hadits untuk Kehidupan
Sebuah rasa penasaran yang
menggelayuti tak henti hentinya mendorong untuk melakukan mini riset tentang
refleksi akhlak nabi muhammad saw yang tergambar melalui hadist-hadistnya.
Semua itu mengambarkan bagaimana nabi saw beretika dalam melakukan sesuatu
dalam kesehariannya atau kehidupan beliau. Dalam sebuah buku yang berjudul
"cermin kehidupan rasul (sebuah refleksi akhlak nabi muhammad saw.)"
karya Mahmud Sya'roni telah memaparkan dengan gamlangnya etika-etika rasulullah
saw dengan hadits. Dalam buku itu dijelaskan bahwa nabi saw memiliki 54 etika
untuk kehidupan dan kesehariaan beliau dari etika hendak tidur sampai etika
berdoa. Setelah mendapat ilmu tentang etika-etika rasulullah saw, study kasus
tentang apakah setiap muslim sudah meneledani rasulullah saw dengan beretika
seperti beliau?. Saat kita menguap, apakah kita menahan semampu kita sambil
menutup mulut dan berusaha supaya tidak keluar suara "ha"?.
Jawabannya pasti beragam, namun sebagian besar dari kita tidak melakukan hal
itu malah mengeraskan suara "ha" tersebut. Kenapa hal itu harus kita
lakukan?. Mungkin hal itu yang sekarang menjadi pertanyaan, hal tersebut kita
lakukan karena tindakan dan perilaku Rasulullah saw merupakan cermin bagi
kehidupan setiap muslim maka etika menguap sebagaimana yang dilakukan oleh
Rasulullah saw yaitu beretika menguap dengan menahan sambil menutup mulut
supaya tidak terkuak lebar dan tidak mengeluarkan suara ha sebab hal tersebut
tidak kita lakukan membuat setan tertawa (lihat HR Bukhari dan HR Ibnu Majah
tentang etika menguap). Hal tersebut selain tidak sopan juga riskan bagi
kesehatan kita karena memungkinkan sesuatu akan masuk(virus lalat atau binatang
lainnya) ke dalam mulut di saat terkuak lebar.
Etika seorang dalam kehidupannya
merupakan cermikan gambaran akhlak seseorang tersebut sehingga kita sangat
pantas menggangap bahkan meneladani akhlak mulia yamg dimiliki rasulullah saw.
Etika yang beliau ajarkan melalui hadits sudah banyak diteliti oleh para ahli.
Salah satu tentang anjuran beliau dalam sebuah hadits nya"amr bin syu'aib
dari neneknya r.a, berkata : saya telah melihat rasulullah saw minum sambil
berdiri dan minum sambil duduk.(HR.at-Tirmidzi). Hadits ini membolehkan minum
sambil berdiri tetapi jika dalam suatu jamuan memungkinkan untuk duduk maka
lebih baik meminum dengan duduk. Hal itu dibuktikan dengan penelitian yang
dilakukan para ahli yang menemukan bahwa jika minum dengan berdiri maka katup
sepringer(penyaringan) yang berada di
tenggorokan terbuka sehingga tidak menyaring air terlebih dahulu dan juga air
tidak melewati ginjal kita sehingga jika hal tersebut terus terjadi, itu akan
memperberat kerja ginjal, lambat laun akan menimbulkan kerusakan pada ginjal.
Namun kita tidak membahas itu lebih dalam lagi karena kita akan membahas
sesuatu yang masih berhubungan dengan etika juga yaitu etika buang air. Etika
itu sama terdapat di buku karya mahmud sya'roni,S,Ag, bab 5 etika buang air di
bahas. Saat membaca halaman 46, ada sebuah hadits "Dari abi hurairah r.a.
Rasulullah saw bersabda : apabila kamu jongkok hendak buang air janganlah
menghadap kiblat atau membelakanginya.(H.R. Muslim). Sedikit menganalisis,
hadits tersebut mengajurkan kita saat buang air besar atau kecil dengan jongkok
karena dengan jongkok maka akan menghindarkan kita dari penyakit yang
disebabkan dari sisa yang tersisa setelah dibuang. Seperti percobaan sains yang
membuktikan tekanan air. Percobaan itu dari sebuah bangun ruang berbentuk
tabung yang diberi 3 lubang (di dasar,tengah,atas ) yang vertikal. Kaleng yang
telah diberi lubang di isi air dan setelah dapat disimpulkan bahwa pancaran air
yg paling bawah adalah paling jauh dan menghabiskan air itu. Dari percobaan itu
kita bisa relasikan dengan ketika kita buang air kecil, jika lakukan berdiri
maka seperti lubang yang paling atas atau tengah,pancaran hilang sebelum air
habis berarti jika buang air kecil berdiri maka akan menyisakan zat yang harus
dibuang,air seni. Namun jika melakukannya dengann jongkok maka seperti lubang
paling bawah yang pancarannya jauh dan menghabiskan airnya. Jadi saat jongkok
tidak menyisakan air seni sehingga baik bagi kesehatan kita. Dan yang kedua,
dalam konteks yang emang saat itu ketika hendak buang air besar atau kecil di
tanah lapang, hendaknya jangan menghadap ke arah kiblat atau membelakanginya.
Mungkin dulu tidak ada sebuah wc atau kamar mandi maka konteksnya tanah lapang
untuk buang air besar atau kecil. Namun jika kita tarik pada masa
sekarang,sudah banyak wc dibangun apakah orang masih mau atau ada buang air
besar atau kecil di tanah lapang?. Tentunya jawabnya, tidak ada dan tidak akan
mau karena sebuah unsur malu. Kalau ada juga dilakukan secara sembunyi-sembuyi
sama karena malu juga. Maka dari itu sedikit melakukan mini riset tentang
penghadapan jamban(tempat pembuangan air besar atau kecil) yang ada di masjid
di sekitar kita karena pasti fasilitas itu di gunakan para muslim yang
notabennya umat kanjeng nabi muhammad saw berati kita selaku umatnya meneladani
akhlak beliau. Akhlak tercermin dari etika, beliau beretika dalam buang air
janganlah menghadap ke arah kiblat atau membelakanginya. Namun apakah kita akan
berpikir saat buang air apakah jamban tidak menghadap kiblat atau
membelakanginya?. Mungkin ada jika kita mengetahui hadits tersebut namun kalau
tidak tahu bagaimana?. Dan juga kebanyakan dari buru-buru saat buang air
sehingga tidak memperhatikan hal yang seperti itu. Yang terpikir hanya
cepat-cepat mengeluarkan sisa metabolisme tubuh kita sehingga perasaan lega pun
hinggap. Jadi,bagaimana jika jamban menghadap atau membelakangi kiblat dan itu
fasilitas masjid yang komoditi penggunanya para muslim dan muslimah?. Berarti
secara tidak langsung, hal tersebut melawan larangan Rasulullah saw dalam
hadits tentang beretika ketika buang air besar atau kecil. Dan hasil observasi
terhadap 14 masjid ternyata ada 3 masjid yang jamban(tempat buang air besar)
dan 1 tempat pembuangan air kecil jaman sekarang menghadap atau membelakangi
kiblat. Jika kita persentasekan berarti 21,42% menghadap atau membelakangi
kiblat dari 14 masjid. Sungguh hal sangat riskan hasil penelusuran tersebut.
Rencana selanjutnya yang akan dilakukan untuk menindak lanjuti hasil
penelusuran yaitu sebuah wawancara tentang mengapa jambannya menghadap atau
membelakangi kiblat?.
Bincang-bincang sedikit dengan seorang yang cukup
aktif di salah satu masjid jambannya membelakangi kiblat, tepat di daerah Mega
Nusa Endah, beliau kang Aa. Menurut Beliau, dia memang membenarkan bahwa benar
jambannya masjid itu membelakangi kiiblat sehingga secara tidak langsung sudah
melanggar larangan Rasulullah saw. namun jika kita buang air besar di situ
jangan niatkan bahwa kita membelakangi kiblat dan sedikit menggeser posisi kita
saat buang air sehingga tidak langsung menhadap kiblat. Mungkin solusi yang
ditawar kang aa hanya bagi orang muslim yang mengetahui hadits tersebut, terus
bagaimana dengan yang tidak mengetahuinya?. “Emang susah juga kalau begitu”
jawab beliau. Dulunya jamban di sana sebenarnya tidak membelakangi atau
menghadap kiblat namun karena entah alasan apa sehingga jamban berpindah
tempat, apakah kang aa tahu penyebabnya?. “Sepengetahuan saya jamban yang dulu
pembuangannya dekat dengan sumber air mungkin karena itu dipindah, soalnya saya
tidak tahu pasti,ketika saya di sini jamban sudah di situ” tangkas beliau. Menurut
beliau juga bahwa jamban untuk yang
perempuan juga membelakangi kiblat, mungkin hal itu dikarena yang membangunnya
namun sekarang-sekarang masjid akan di renovasi. Berarti hal disebabkan sang
arsitek(pembangun) yang mungkin tidak mengetahui hadits tersebut.