BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Demokrasi dilihat dari asal katanya berarti
pemerintahan berasal dari rakyat, dilaksanakan oleh rakyat dan untuk
kepentingan rakyat. Dalam sistem demokrasi, rakyat memiliki kedudukan yang
sangat penting, mereka diberikan hak secara penuh dalam politik antara lain
adalah hak untuk menyatakan pendapat, hak berkumpul atau berorganisasi, hak
berpartisipasi dalam kehidupan politik , hak menentukan nasib sendiri, hak
persamaan dalam hukum dan pemerintahan, hak bebas beragama, hak mendapatkan
pekerjaan dan hak bebas dari kemelaratan, hak untuk mendapatkan fasilitas dan
pelayanan umum, hak untuk berusaha, dan hak untuk mendapatkan gaji dan
penghasilan.
Pemilu, suatu
bentuk demokrasi di mana setiap rakyat memberikan suara atau pendapat dalam
menentukan suatu keputusan pemerintahan. Dalam pemilu, setiap warga Negara yang
yang memenuhi syarat-syarat memilih memiliki hak suara (UU 3/1999, Pasal 1).
“Warga Negara Indonesia …. Yang pada waktu pemungutan suara untuk Pemilihan
Umum sudah berumur 17 tahum atau sudah/pernah menikah mempunyai hak memilih”
(UU 3/1999, Pasal 28). Agar dapat menggunakan hak pilihnya, “Seorang warga
Negara harus terdaftar sebagai pemilih” (UU 3/1999, Pasal 29).
Bentuk-bentuk demokrasi terdiri dari dua macam, yaitu demokrasi langsung dan
demokrasi keterwakilan.
- Hal-Hal yang akan Dibahas dalam Makalah
Hal-hal penting yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut :
a. Sejarah
Lahirnya Demokrasi
b. Pengertian
Demokrasi
c. Ciri-Ciri
Pemerintahan Demokrasi
d. Bentuk Sistem
Demokrasi
e. Memahami
Teori Perwakilan Politik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Lahirnya
Demokrasi
Sebelum
istilah ditemukan oleh penduduk Yunani, ternyata bentuk sederhana dari
demokrasi sudah ditemukan di Mesopotamia pada 4000 SM. Pada saat itu, bangsa
Sumeria di Mesopotamia memiliki beberapa negara kota yang independen. Di setiap
negara kota tersebut para rakyatnya seringkali berkumpul untuk mendiskusikan
suatu permasalahan dan keputusan pun diambil berdasarkan konsensus atau
mufakat.
Barulah pada 508 SM, penduduk
Athena di Yunani membentuk sistem pemerintahan yang akan menjadi cikal bakal
dari demokrasi modern Yunani pada saat itu terdiri dari 1.500 negara kota yang
kecil dan independen. Negara kota tersebut memiliki sistem pemerintahan yang
beragam-ragam, ada yang oligarki, monarki, tirani dan juga demokrasi. Salah
satunya Athena, negara kota yang mencoba sebuah bentuk pemerintah yang baru
pada masa itu yaitu demokrasi langsung. Penggagas dari demokrasi tersebut
pertama kalinya adalah Solon, seorang penyair dan negarawan.
Paket
pembaharuan konstitusi yang ditulisnya pada 594 SM menjadi dasar bagi demokrasi
di Athena namun Solon tidak berhasil membuat perubahan pada saat itu. Demokrasi
baru tercapai eratus tahun kemudian oleh Kleishenes, seorang bangsawan Athena.
Dalam demokrasi tersebut, tidak ditemui adanya perwakilan dalam pemerintahan
sebaliknya malah terjadi setiap orang mewakili dirinya sendiri dengan
mengeluarkan pendapat dan memilih kebijakan. Namun dari sekitar 15.,000 penduduk Athena, hanya
seperlima yang bisa menjadi rakyat dan menyuarakan pendapat mereka.
Pada
perkembangannya demokrasi ini kemudian di contoh oleh bangsa Romawi pada 510
hingga 271 SM.
Namun di Romawi sistem demokrasi yang digunakan yaitu demokrasi perwakilan di mana terdapat beberapa
perwakilan bangsawan di Senat dan perwakilan rakyat biasa di Majelis.
Pada dasarnya jika kita tengok
dalam sejarah Islam
juga ada sistem demokrasi yang ditandai dengan adanya pemilihan khalifah secara
musyawarah untuk mendapatkan keputusan bersama (mufakat). Hal ini berarti secara
tidak langsung Islam
sudah mengenal kata demokrasi meskipun berbeda dalam istilahnya.
Menurut Robert Dahl bahwa orang Yunani itulah,
mungkin sekali orang Athena, yang menciptakan istilah demokrasi, atau
demokratis, dari kata-kata Yunani demos
yang berarti rakyat dan kratos berarti
pemerintahan. Pada
saat itu, adalah sangat menarik sekali,
sementara di Athena, kata demos itu
biasanya merujuk pada seluruh rakyat Athena, namun kadang-kadang ia berarti
hanya rakyat biasa, atau malah orang miskin. Tampaknya kata demokrasi itu
kadang digunakan para pengkritiknya kalangan aristokrasi sebagai sejenis
julukan untuk memperlihatkan rasa muak mereka terhadap rakyat biasa yang telah merampas kekuasaan kaum
aristokrat yang sebelumnya menguasai pemerintahan.
- Pengertian
Demokrasi
Secara etimologi demokrasi berasal dari kata demos yang berarti “rakyat” dan certain berarti “memerintah”. Jadi
demokrasi berarti suatu Negara yang pemerintahannya dipegang oleh rakyat. Ada
beberapa pendapat yang mengemukakan pengertian demokrasi, yaitu :
a. Soemantri, berpendapat bahwa demokrasi berarti pemerintahan
berasal dari rakyat, dilaksanakan oleh rakyat, dilaksanakan oleh rakyat dan
untuk kepentingan rakyat. Demokrasi memiliki tiga asas, yaitu asas kemerdekaan,
asas kebersamaan dan asas persaudaraan.
b. Koentjoro Poerbopranoto, berpendapat
bahwa demokrasi adalah Negara yang pemerintahannya dipegang oleh rakyat,
maksudnya duatu system di mana rakyat diikutsertakan dalam pemerintahan Negara.
c. Kranenburg, berpendapat bahwa demokrasi berasal dari bahasa Yunani
terbentuk dari dua kata yaitu demos yang
berarti “rakyat” dan certain berarti
“memerintah”. Jadi demokrasi berarti suatu Negara yang pemerintahannya dipegang
oleh rakyat.
d. Abrahan Lincoln, berpendapat bahwa demokrasi
adalah pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat
(democrasy is government of the
people and for the people).
- Ciri-Ciri Pemerintahan Demokrasi
Ciri-ciri pemerintahan demokrasi menurut Soemantri adalah sebagai berikut :
1. Kebebasan
(kemerdekaan) untuk membentuk organisasi , memasuki organisasi, dan berkumpul;
2. Kebebasan
(kemerdekaan) untuk menyatakan fikiran, baik dengan lisan maupun tulisan;
3. Hak untuk
memilih dan dipilih;
4. Hak untuk
memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (menduduki jabatan-jabatan);
5. Hak yang
sama bagi para pemimpin politik untuk bersaing mendapatkan dukungan serta untuk
dipilih;
6. Hak untuk
berkomunikasi dan memperoleh berbagai informasi;
7. Diselenggarakannya
pemilihan umum yang langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil;
8. Adanya
lebih dari satu partai politik; dan
9. Lembaga-lembaga
yang berwenang menetapkan kebijakan (policy)
bergantung pada suara dan pendapat-pendapat lain dalam masyarakat.
- Bentuk Sistem Demokrasi
Sistem demokrasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu
demokrasi langsung dan demokrasi dalam bentuk keterwakilan.
Demokrasi
langsung, merupakan
suatu bentuk demokrasi di mana setiap rakyat memberikan suara atau pendapat
dalam menentukan suatu keputusan. Dalam sistem
ini, setiap rakyat mewakili dirinya sendiri dalam memilih suatu kebijakan sehingga
mereka memiliki pengaruh langsung terhadap keadaan politik yang terjadi.
Demokrasi
langsung dikenal juga sebagai demokrasi bersih. Di sinilah rakyat memiliki
kebebasan mutlak memberikan pendapatnya, dan semua aspirasi mereka dimuat
dengan segera di dalam suatu pertemuan.
Jenis demokrasi ini dipraktekkan hanya dalam kota kecil dan komunitas
yang secara
relative belum berkembang di mana secara fisik memungkinkan untuk seluruh
elektrokat untuk bermusyawarah dalam satu tempat, walaupun permasalahan
pemerintahan tersebut bersifat kecil.
Demokrasi
langsung berkembang di Negara kecil seperti Yunani Kuno dan Roma. Demokrasi ini
tidak dapat dilaksanakan dalam masyarakat yang komplek dan Negara yang besar.
Demokrasi murni yang masih bisa diambil,
contoh terdapat di wilayah Switzerland. Bentuk
demokrasi murni ini masih berlaku di Switzerland dan beberapa Negara yang di
dalamya terdapat bentuk referendum dan inisiatif. Di beberapa Negara sangat memungkinkan bagi rakyat
untuk memulai dan mengadopsi hukum, bahkan untuk mengamandemenkan
konstitusional dan menetapkan permasalah public politik secara langsung tanpa
campur tangan representative.
b. Demokrasi
Keterwakilan/Keterwakilan Politik
Demokrasi
perwakilan adalah sistem demokrasi yang dianut di
Indonesia. Negara sangat bertumpu pada institusi perwakilan formal ini. Wakil
rakyat dipilih malalui
mekanisme Pemilu untuk menjadi pejabat
politik dan publik yang diberi basis legitimasi untuk bertindak atas nama
rakyat dan negara. Mereka dievaluasi setiap periode tertentu lewat mekanisme
pemilu
(Indonesia 5 tahun sekali).
Prosedur-prosedur diciptakan sedemikian rupa agar rakyat dapat berpartisipasi mengevaluasi secara baik jalanya pemerintahan. Oleh karena itu, maka dalam proses
perwakilan ini setiap orang perlu
menentukan posisi yang tepat. Pentingnya penentuan posisi tersebut karena sikap dan
pilihannya terhadap alternatif pemecahan atau terhadap prioritas pemecahan
masalah pada dasarnya adalah mengatasnamakan opini aspirasi dan kepentingan.
Posisi rakyat saat ini lebih banyak yang tidak
mengetahui siapa-siapa yang sedang duduk di bangku pemerintahan. Bagi rakyat
yang tidak faham tentang mekanisme menjadi pemilih yang harus sesuai dengan
hati nurani, mereka kerap kali menjadi korban bagi “partai-partai tententu”
yang memiliki “baju” berbeda-beda. Padalah, demokrasi diharapkan dapat memicu
berkembangnya kehidupan social politik yang benar-benar demokratis menjunjung
tinggi kedaulatan seluruh rakyat menuju terbangunnya Indonesia baru.
- Memahami Teori Perwakilan
Politik
Sistem
perwakilan politik formal di Indonesia bisa dilihat dalam beberapa jenis:
(1.) Perwakilan kekuatan politik
dalam teritori tententu (DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota);
(2.) Perwakilan
Territori (DPD);
(3.) Eksekutif
bagi territori seluruh wilayah nasional (Presiden dan Wapres); dan
(4.) Eksekutif bagi territori daerah (Gubernur/Wagub,
Walikota/Wawali, dan Bupati/).
Terlihat jelas bahwa perwakilan politik di Indonesia mempunyai klasifikasi
tingkatan wilayah tersendiri. Secara teoritis perwakilan pada dasarnya adalah
konsep yang menunjukkan hubungan antara individu-individu, yakni pihak yang
mewakili dan pihak yang diwakili, dimana orang yang mewakili memiliki sederajat
kewenangan. Perwakilan merupakan proses hubungan manusia dimana seseorang tidak
hadir secara fisik tapi tanggap melakukan sesuatu karena perbuatannya itu
dilakukan oleh orang yang mewakilinya (Sanit: 54;1985).
Perwakilan
politik adalah individu atau kelompok orang yang dipercayai memiliki kemampuan
dan berkewajiban untuk bertindak dan berbicara atas nama satu kelompok orang
yang lebih besar. Dengan demikian indikator yang bisa digunakan untuk melihat
apakah seorang wakil dinilai representatif oleh orang yang mewakilinya adalah:
a.
Memiliki cirri yang sama dengan konstituten (pemilih)
b.
Memiliki
ekspresi emosi yang sama dengan emosi konstituen
c.
Intensitas
komunikasi yang tinggi dengan konstituen (Sanit:54;85)
Dalam hal
yang sama, Sartori mengemukakan 7 ( tujuh)
kondisi yang mengindikasikan telah terwujudnya perwakilan politik dalam
mekanisme pemerintahan:
a. Rakyat secara bebas dan periodik
memilih wakil rakyat (The people freely
and periodecally ellect a body of representative).
b.Pemerintah bertanggungjawab kepada pemilih (The govermors are accountable or responsible
to the governed).
c. Rakyat merasa sebagai negaranya (The people feel the same as the state)
d. Rakyat patuh pada kepada
keputusan pemerintahnya (The people
consent to the decisions of their governors)
e. Pemerintah adalah wakil yang
melaksanakan intruksi dari para pemilihnya (The
governors are agent or delegates who carry out the instruction received from
their electors).
f. Rakyat yang menentukan membuat
keputusan-keputusan politik yang relevan (The
people there, in some significant way, in the making of relevant political)
g. Pemerintah adalah contoh wakil
dari rakyat (The governors are a
representative sample of the governed) (Sartori:68;468)
Berdasarkan
penjelasan diatas, maka perwakilan politik dapat didefinisikan sebagai
pelimpahan sementara atas kewenangan politik warga negara kepada (sekelompok)
orang yang mereka pilih secara bebas, untuk menyelenggarakan
kepentingan-kepentingan rakyat yang secara jelas dirumuskan.
Sedangkan
varian perwakilan menurut Hoogerwerf dalam sudut pandang hubungan antara wakil
dengan pihak yang diwakili dapat digolongkan kedalam 5 (lima) tipe :
a.
Tipe Utusan
Yakni wakil yang bertindak sesuai dengan perintah dari pihak yang diwakilinya.
b.
Tipe Wali
Yakni wakil memperoleh kuasa penuh dari pihak yang diwakili, dan ia dapat
bertindak atas dasar pertimbangan sendiri. Tidak tergantung pihak yang diwakili.
c.
Tipe
Politik
Yakni kombinasi antara tipe utusan an tipe wali.Tergantung pada situasi, wakil
kadang harus berperan sebagai wali, kadang sebagai utusan.
d.
Tipe
Kesatuan
Yakni seluruh anggota lembaga perwakilan dipandang sebagai wakil dari seluruh
rakyat, tanpa membedakan asal partai politik yang mempromosikan mereka.
e.
Tipe
penggolongan.
Yakni anggota lembaga perwakilan dilihat sebaga wakil dari kelompok teritorial,
sosial, dan politik tertentu (Sartori:68;468)
Dari
klasifikasi Hoogerwerf ini tampak bahwa para wakil Indonesia berada pada
situasi dilematis. Di satu sisi, mereka dapat dimasukkan sebagai tipe kesatuan.
Di lembaga perwakilan, para wakil rakyat harus lebih berorientasi kepada
kepentingan rakyat, tanpa memandang pengelompokan politik yang ada. Pada sisi
yang lain, ada ikatan yang sangat erat antara para wakil rakyat dengan
organisasi politiknya, bahkan dengan kelompok teritorialnya.
Selanjutnya,
ada dua teori klasik yang sangat dikenal dalam politik tentang hakikat hubungan
antara wakil (legislator) dengan terwakil (rakyat) yakni teori mandat (Fungtional Representation) dan teori kebebasan (Political Representation). Pertama, Teori Mandat (Fungtional Representation). Menurut teori mandat ini yang
pertama kali diperkenalkan oleh J.J.
Russeau, bahwa wakil dilihat sebagai penerima mandat untuk merealisasikan
kekuasaan terwakil dalam proses kehidupan politik. Maka seharusnya wakil selalu
memberikan pandangan bersikap dan bertindak sejalan dengan mandat dalam
melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, pandangan wakil secara pribadi tidak
diperkenankan dan dipergunakan dalam kualifikasinya sebagai wakil bagi
terwakil. Bila terjadi perbedaan pandangan, sikap dan tindakan antara wakil
dengan pihak yang diwakili dapay berakibat turunnya reputasi wakil. Teori ini
dianggap lebih menguntungkan karena wakil dapat dikontrol secara setiap saat.
Kedua, Teori Kebebasan (Political Representation). Pendapat ini
dikembangkan oleh Abbe Sieyes di
Perancis, serta Block Stone di
Inggris. Menurut pendapat teori
ini, wakil dapat bertindak bebas tanpa tergantung instruksi yang diberikan oleh
pihak yang diwakilinya. Wakil merupakan orang yang terpercaya, terpilih, serta
memiliki kesadaran akan hukum dan kepentingan masyarakat yang diwakilinya. Oleh
sebab itu mereka dapat melakukan tindakan apa pun atas nama mereka sendiri. Dalam hal ini terwakil telah
memberikan kepercayaan kepada wakilnya. Karena itu pertimbangan wakil secara
pribadi yang memperhatikan keseluruhan aspek yang terikat kepada masalah yang
dihadapi amat menentukan keputusan dan sikap wakil sebagai orang yang
terpercaya.
Maka, demokrasi
perwakilan adalah demokrasi yang mengandung pengertian sejumlah warga negara
yang memiliki berbagai kepentingan dan tinggal di suatu daerah atau wilayah tertentu yang kemudian memberikan kedaulatan dirinya kepada
individu atau partai politik yang ia percayai, melalui pemilihan umum. Perlu kita ketahui, kedepan, perwakilan politik di
Indonesia akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor tertentu, yaitu antara lain, faktor struktural
(sistem kepartaian dan keberadaan pemilih “baru”), faktor
institusional (pengaturan pemilu), dan
behavioral (perilaku politisi dan pemilih).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Memperbincangkan
keterwakilan politik adalah bagaimana membangun relasi yang lebih baik antara
para wakil dan yang terwakili. Pada masa pemerintahan Orde Baru, relasi itu
lebih terbangun atas dasar trustee, di mana para wakil berjalan sendiri
seolah-olah telah memperoleh kepercayaan dari rakyat. Untuk mendapatkan
kualitas, peran dan fungsi perwakilan rakyat seharusnya menjunjung tinggi
amanat rakyat, seharusnya para wakil rakyat dapat peka terhadap rakyat yang
diwakili, seperti halnya rakyat telah memberikan kepercayan dan hak-hak kebebasannya
berpendapatnya.
Arti
perumpamaan wakil rakyat memiliki makna yang luas, perumpamaannya meliputi
keinginan masyarakat yang diwakili yang pada dasarnya memiliki kepentingan yang
berbeda beda. Untuk itu mereka yang di pilih sebagai wakil rakyat seharusnya
menjunjung tinggi etika profisional kerja, sebagai etika moral yang berjuang
memenangkan kepentingan-kepentingan politik rakyat itulah yang merupakan
harapan dari pada rakyat dalam suatu sistem perwakilan demokrasi modern saat
ini. Bukan
hanya sekedar janji yang disampaikan dengan penuh “senyuman” ketika kampanye,
tetapi masyarakat sekatang membutuhkan bukti kongkret sehingga mereka tidaklah
merasa kecewa dengan pilihannya.
B. Saran
Mendiskusikan
tentang perwakilan politik di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari upaya untuk
terlebih dahulu mendiskusikan tentang urgensi perwakilan politik itu sendiri.
Konsep keterwakilan secara politik harus betul-betul mengedapankan substansi
daripada hanya memaknainya secara prosedural saja. Dalam konteks Indonesia, setidaknya
ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mencapai sebuah perwakilan
politik yang berkualitas, yaitu:
1.
Gunakan bahasa-bahasa yang mudah difahami oleh rakyat ketika berkampanye atau
sosialisasi partai politik menjelang pemilu. Perlu kita perhatikan bahwa masih
banyak masyarakat Indonesia yang tidak memahami pengguanaan bahasa-bahasa yang
teoritis sehingga membuat mereka kebingungan saat menentukan pilihannya.
Artinya tidak menyamakan bentuk komunikasi antara masyarakat yang kurang
terdidik di desa-desa dengan yang hidup di kota besar yang mayoritas terdidik.
2. Perlunya
pendidikan untuk pemilih yang dilakukan dengan cara sosialisasi, seminar atau
pelatihan yang khusus memberikan pendidikan untuk mempersiapkan masyarakat
menjelang pelaksanaan pemilu agar mereka dapat menggunakan hak pilihnya sesuai
dengan hati nurani.
3. Konsep demokrasi haruslah
dimaknai sebagai sebuah proses atau alat yang pada ahkrinya bertujuan untuk menuju masyarakat yang dicita-citatakan,
bukan sebagai tujuan akhir.
Daftar Pustaka
Asfar, Muhammad, (ed) et.all. Model-model
system Pemilihan di Indonesia. Surabaya: Pusdeham-Partnership for
Governance Reform.2002.
Gaffar, Afan. Politik Indonesia; Transisi Menuju Demokrasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2002.
M.
Sirozi, Politik Pendidikan, Jakarta
:Grafindo Persada, 2007.
Pendidikan
Kewarganegaraan untuk Kelas XI SMA/MA Semester 1, Solo :
Sindunata, 2008.
Pendidikan
Kewarganegaraan untuk Kelas X SMA/MA Semester 2, Solo :
Sindunata, 2008.
Robert
Dahl, Perihal Demokrasi Teori dan Praktek Demokrasi Secara Singkat, Jakarta
: Yayasan Obor Indonesia, 2001.
Sanit,
Arbi. Perwakilan Politik di Indonesia, Jakarta: Rajawali Press. 1985
Sartori,
Giovanni. The Theory of Democracy Revisited, Part One, Chatham, NL, House
Publisher, Inc. 1968.
Syahir Karim, Fenomena Perwakilan Politik Indonesia, 2010.
.